Terimakasih kepada ibu yang telah melahirkan aku dan kedua kakak ku....
Dimana usia 58 kini tak lagi bisa dikatakan muda, melainkan
usia tua namun kasihnya tak pernah habis melainkan kesabaran dan cinta disaat
melahirkan kami di dunia yang banyak tantangan.
Tak ada makhluk yang tak mempunyai salah kepada
siapapun...begitu pula kita sebagai anaknya yang selalu membuat orang tua kita
menangis terpendam selama mereka mampu memendamnya...
Ketika kejadian beberapa tahun lalu....ayah dan ibu mendapat
kejutan hebat dari kakak pertama ku, dimana saat itu juga kakak ku pulang dari
kota pelajar dengan menangis dan tak pernah sekali pun meminta maaf kepada ayah
dan ibu, dimana kakak ku telah membuat kesalahan terbesar dimana disaat seharusnya
dia belajar di universitas mahal dan ternama di kota pelajar, dia tidak pernah
lagi melanjutkan kuliah disaat semester 3. Dan disaat seharusnya dia lulus, dia
selalu minta uang kiriman untuk biaya kuliah dan biaya untuk wisuda.
“pak, saya minta maaf telah membohongi selama ini tidak
pernah kuliah lagi semenjak semester 3, saya sudah menggadaikan semua
barang-barang yang saya miliki untuk dugem di kota pelajar” begitu penjelasan
kakak dengan suara parau disaat menangis.
“terus, selama ini bapak dan ibu mengirimkan uang dan
uangnya kemana saja itu semua?” tanya bapak dengan nada marah namun tetap
mencoba mengendalikan emosi.
Belum sempat kakak menjelaskan semuanya, datanglah ibu
dengan wajah yang kacau dan pulang dengan waktu yang cepat demi menemui anaknya
yang memberikannya kejutan tersebut.
“Kacau....kenapa kamu baru saat ini cerita sama kami?kenapa
tidak disaat kamu berhenti kuliah waktu itu? Kamu tidak merasakan bagaimana
bapak dan ibu membanting tulang untuk kamu dan kedua adik mu? Dimana fikiran
kamu saat itu?” suara ibu yang kacau dan marah karena shock berat.
“maaf bu, aku tidak berani untuk memberi kabar orang rumah
mengenai hal tersebut, aku tidak mau memberatkan orang rumah, tapi kalau tidak
segera aku kasih tahu kalian, pasti lama kelamaan akan ketahuan juga”, balas
kakak ku dengan rasa bersalah dimana baru kali ini dia melihat ibu yang marah
dan menangis karena pusing memikirkan tingkah laku yang di lakukan dia.
“udah bu, sabar. Tadi saya juga emosi dan kaget setelah
dikabari seperti ini..udah bu tenang, besok juga kita harus ke kota pelajar
untuk menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin, kita ambil barang-barang yang
pernah dia gadaikan selama dia disana, kita pindahkan kuliah saja dia ke kota
pahlawan.” Usaha bapak membujuk ibu supaya tetap sabar dan tenang menghadapi
seperti ini.
“tapi pak, ibu gak uang tunai saat ini kalau harus melunasi
semua, mau dapat uang dari mana pak? Apa cukup gaji yang kita kumpulkan untuk
anak-anak kita yang lain untuk melunasi dan menyelesaikan masalah kakaknya?”
dengan bingung ibu masih tetap menjaga emosi untuk tidak melakukan kekerasan
kepada anaknya sendiri walaupun sebesar apapun kesalahan anaknya.
“cukup bu, nanti bapak akan ambil uang ke bank, ini bapak
mau hubungi sopir dulu buat besok kita berangkat subuh menuju kota pelajar
tersebut.” Dengan pernyataan tersebut mampu membuat hati ibu agak tenang.
Itulah kejadian demi kejadian yang dilakukan anaknya kepada
orang tuanya, namun mereka tetap memberikan penyelesaian dan kesabaran supaya
anaknya tetap sama mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan baik seperti
yang lainnya.
Dimana kejadian tersebut adalah pelajaran bagi ibu dan bapak
untuk mendidik kedua anaknya yang lainnya supaya tidak terjadi kembali.
“dek, kamu lihat sendiri kan kejadian beberapa tahun lalu
yang dilakukan kakak mu kepada kita, dimana bapak dan ibu mengeluarkan uang dan
membiayai kebutuhan anak-anaknya supaya kalian menjadi yang terbaik, kita gak
ingin apa-apa dari kalian. Kalian sukses kita, terutama ibu selalu senang, ibu
gak pernah lupa untuk mendoakan kalian disetiap sujud dan setelah selesai
sholat wajib maupun sunnah.”
“iya bu, aku juga gak mau memberatkan biaya kepada bapak dan
ibu, aku akan berusaha untuk yang terbaik demi bapak dan ibu senang.” Dengan hati
kecil menangis akupun mencoba dan berusaha untuk memberikan yang tebaik kepada
mereka.
“kamu jangan pernah malas belajar, apa kamu mau di usia mu
kamu masih kuliah seperti kakak mu dulu?tua di bangku kuliah? Ibu hanya ingin
anak-anaknya menjadi anak yang sukses dimanapun kalian berada dek.” Dengan nada
pilu ibu sambil membelai kepalaku.
****suatu sore hari***
Setelah curahan hati ibu kepada anaknya yang ketiga,
mendadak kakak ku yang pertama pun marah dimana dia ingin pindah bekerja
ditempat istrinya tinggal saat ini, karena dia tidak ingin berjauhan jarak dengan
istrinya karena dia sudah mempunyai keluarga kecil.
“bu, saya pusing kalau caranya kayak begini terus-terusan,
saya gak fokus kerja kalau istri saya di jakarta dan saya bekerja di sini. Saya
ingin cari kerjaan disana bu.” Dengan emosi dan wajah lelah kakak meminta
kepada ibu.
“emangnya cari kerjaan di jakarta semudah gitu? Kalau kamu
melepaskan kerjaan disini, apa sudah pasti kamu langsung mendapatkan kerja di
jakarta nantinya?” ibu pun cemas apabila kakak pindah kerja belum tentu
mendapatkan pekerjaan seperti saat ini.
“kalau gak dicoba, bagaimana bisa tahu bu?saya harus ijin
sama kantor untuk mengikuti test wawancara di jakarta.” dengan nada membentak
kakak tetap keras kepala.
“kamu ijin terus, apa nanti teman-teman mu gak akan iri pada
mu, begitu pula atasan kamu apa kamu tidak merasa gak enak kepada beliau?” ibu
terus memastikan dan tidak ingin anaknya tidak berfikir dulu sebelum berfikir.
“bagaimana tidak ijin bu, disana test wawancara selalu jam
hari kerja, kalau saya tidak ijin, kapan saya mau dapat kerjaan? Saya sudah
mendapat panggilan dari email, tapi karena saya tidak ijin di kantor saya kerja
saat ini, saya gak pernah bisa ikut test wawancara dimana perusahaan-perusahaan
yang saya ikuti test dan persyaratannya untuk mencari pekerjaan.” Dengan rasa
sebal kakak karena ibu masih bersikeras ingin dia berfikir dulu lalu
meninggalkan ibu di ruang tv.
Setelah lama ibu dan kakak beradu mulut mengenai kakak yang
ingin pindah pekerjaan, ibu selalu sedih memikirkan apa yang dilakukan anaknya
ini. Ibu tidak ingin kejadian tidak terduga di beberapa tahun silam lalu
terjadi kembali pada kakak ku yang pertama disaat masih di bangku kuliah.
“dek, ibu bukannya gak pengen kakak mu gak pindah pekerjaan
di jakarta, ibu cuman kepikiran apa disana nanti kakak mu akan mendapatkan
pekerjaan yang sesuai keinginannya apa tidak, walaupun kakak mu sudah
berkeluarga ibu masih memikirkan dia kalau bersikap seperti anak kecil dan
membuat istrinya tidak sabar menghadapinya”. Rasa cemas ibupun mulai timbul
disaat H-1 kakak pergi ke jakarta untuk memenuhi panggilan kerja di jakarta.
“ya sudah bu kalau itu memang sudah keputusan kakak, biarkan
saja dulu, ibu gak usah terlalu memikirkan dia, nanti ibu pusing memikirkannya
terus, apalagi sekarangkan dia juga sudah dewasa sudah tahu benar atau salahnya
dia, biar dia belajar bertanggung jawab bu, dia juga sudah berkeluarga
sekarang.” Dengan bijak aku menasehati ibu supaya ibu tidak terlalu memikirkan
kakak pertama apa yang sudah menjadi keputusannya disaat pindah kerja
kejakarta.
“iya dek, alhamdulillah dia sudah mendapat pekerjaan yang
layak disana, dulu saat kakak mu gagal kuliah di kota pelajar banyak tetangga
mu yang berbisik-bisik satu sama lain, ibu hanya bisa cuek dengan apa yang
mereka bicarakan tentang kakak mu, yang penting ibu sudah tidak bertanggung
jawab lagi dan tidak berdosa karena ibu dan bapak tidak membiarkan kakak mu
untuk tidak lanjut kuliah lagi. Dan sekarang bisa dilihat hidupnya sekarang
lebih enak dan terang dibanding dulu waktu masih di jaman kuliahnya di kota
pelajar, untung ibu dan bapak langsung mengambil alih supaya kakak mu pindah ke
kota pahlawan untuk melanjutkan kuliahnya. Dan sekarang malah orang-orang yang
dulunya membicarakan kakak mu hidupnya tidak seberuntung kakak mu.” Dengan wajah
sedih ibu bercerita isi hatinya.
“iya bu, alhamdulillah sekarang hidup kakak sudah tidak
seperti dulu lagi, itu karena ibu dan bapak sudah mendidik kita supaya tidak
menjadi anak yang tidak berguna.” Sambil ketawa pun aku menepuk bahu ibu.
“iya dek, alhamdulillah kakak mu yang kedua juga masih
memberikan uang kepada ibu untuk membantu biaya kuliah mu, jadi ibu tinggal
punya kewajiban untuk membuat mu kuliah sampai selesai, dan kamu juga harus
berusaha, jangan malas-malasan untuk mencapai semuanya. Nanti setelah lulus
kamu bisa kuliah yang lebih tinggi lagi sambil cari kerjaan dek, buat pengalaman
di dunia kerja nantinya”. Nasehat ibu kepada ku dimana dia tidak ingin anaknya
yang perempuan sendiri gagal seperti anaknya yang sebelumnya.
Terimakasih ibu Sri Rejeki(58) dan bapak Bambang Suharto(62)
yang sudah mendidik kami (hengky,adit dan nindha) menjadi anak yang bisa
membanggakan kalian, walau kalian selalu marah kepada kami, namun kemarahan
kalian adalah nasehat awal bagi kami supaya kami mampu menjadi manusia yang
kuat mengahadapi dunia persaingan saat ini. Menjadikan kami anak yang tidak
pernah mengeluh selamanya, tidak pernah membuat kami merasa kekurangan apapun
walau dirumah kalian selalu apa adanya dibanding keluarga kalian yang lain,
karena kalian membanting tulang untuk anak-anak mu...terimakasih sudah memenuhi
kewajiban dan hak kalian untuk kami bertiga selama kami menjadi manusia di bumi
yang indah ini. (nd)
Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di websitehttp://nulisbarengibu.com
Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di websitehttp://nulisbarengibu.com